Wednesday, April 27, 2005

God is My Boss

Gw pernah bertanya kepada seorang teman. ”Gimana rasanya kerja di tempat lain? Pasti lebih enak ya?”

Biasa. Rumput tetangga kan selalu terlihat lebih hijau. Kebetulan lagi, teman gw itu pernah bekerja di stasiun televisi kepunyaan perusahaan raksasa tempat gw bekerja. Sekarang dia kerja di bank.

Jawabannya, cukup mengusik gw untuk menulis post ini.

Ia menjawab, “Ah, nggak juga kok. Kerja dimanapun tetap sama. Sampai kapanpun tetap jadi babu, tetap disuruh-suruh!”.

Hmm, oke. It make sense, though.

Betapapun kerasnya kita kerja, betapapun banyak keringat yang kita keluarkan, apa lantas kita kaya? Tentu tidak. Apa yang kita terima tetap sama, ya..paling nambah2 dikit lah.

Yang diuntungkan, ya tentu saja si pemilik modal alias para kapitalis. Belum lagi kalau ternyata keringat kita itu tidak dihargai, justru malah dikurangi? Damn. Its hurt so bad man!

Sementara nasib kita? Kurang lebih sama. Kita hanya alat, yang sewaktu-waktu bisa dibuang apabila sudah dianggap tidak produktif atau memiliki fungsi guna lagi. Begitulah, mungkin cara kerja sistem kapitalisme.

Ok, enough about capitalism. Gw ingin blog ini tetep menjadi blog sederhana, tanpa politisasi, justifikasi, atau pembahasan masalah2 berat yg bikin otak mengerinyit. Pada dasarnya gw hanya ingin membuka pikiran aja.

Lanjut.

Kalau gw amati, hidup di kultur masyarakat kita sudah begitu terpola. Kita bersekolah, SD, SMP, SMA. Lanjut ke kuliah. Lulus, nyari kerja. Jadi pegawai/karyawan, kawin, punya anak, mati.

Gw jadi inget sebuah joke sindiran, yang diceritakan seorang teman. Ingat, tak ada tendensi rasialisme disini. Gw bukan orang rasis!

Bila ada 2 orang Jawa yang lama tidak bertemu, pertanyaan yang muncul pasti seperti ini :
”hai, sekarang kerja dimana?”
Lain lagi, kalau 2 orang Chinese yang bertemu. Pertanyaannya :
“hai, sekarang lagi usaha apa?”

Nah. Ketahuan kan bedanya?

Yang gw amatin, kultur masyarakat Jawa seakan mengharuskan seseorang untuk bekerja, bukan berwiraswasta.

Dan, kalau sudah bekerja pada orang lain, hasilnya ya kurang lebih seperti yang dituturkan teman gw diatas. “Dimanapun sama saja, tetap menjadi babu yang disuruh-suruh!”.

Belum lagi bila ada masalah dengan bos, belum lagi sikut-sikutan antar teman sekerja, kurang puas ini-itu, iri sama ini-itu. Hasilnya, terjadi gap-gap. Yang satu bela ini, yang satu bela itu. Akhirnya, tiap hari rasan-rasan. Paling suka kalau ada gosip baru. “Wah, si A mau di ini, wah, si B baru saja di itu”.

Damn.

Sometimes im just sick and tired of it, man. Apalagi, kalau ngelihat seseorang diperlakukan tidak semestinya, atau seseorang yang berusaha menjilat pantat demi mengamankan posisi.

Yup, beginilah pahitnya dunia kerja. Jadi, for u fresh graduate, jangan mau jadi pegawai! Hauhauha.

Ketika gw masuk kembali ke perusahaan gw. Beberapa orang menemui gw, dan mengatakan hal yang sama, “man, you better get out soon after you get the chance, never get in to deep. You will regret it!”. Huhu.

Ehm. Gw jadi inget bokap. Dulu bokap kerja di salah satu perusahaan elektronik di kawasan Waru, Sidoarjo. He’s working there for like more than 16 years, hingga akhirnya memutuskan untuk keluar.

Langkah berani bukan? Padahal waktu itu gw masih SMA. Dan, kakak gw juga masih kuliah.

Lalu, mengapa bokap seberani itu? Pada dasarnya, inti permasalahannya hampir sama. Bokap sudah capek. Capek dengan semua yg gw sebutin diatas. Apalagi, salah satu bosnya juga benci sama dia. Soalnya, anak buah lebih nurutin perkataan bokap daripada perkataan si bos.

Waktu pertama membuka usaha sendiri dirumah, memang sulit. Bokap jadi sering uring-uringan. Apalagi, waktu itu gw kelas 3 SMA. Waktu gw lagi bandel-bandelnya.

Tapi toh, masa-masa berat itu akhirnya terlewati juga. Sekarang, usaha bokap sudah berjalan. Hasilnya memang nggak besar. Toh, masih cukup buat makan dan hidup sehari-hari secara sederhana.

Suatu saat, beliau berujar kepada gw, “ya, usaha ini papa bikin, niatnya nggak muluk2 kok. Supaya kita bisa makan. Papa juga pengin ngebuka lapangan kerja!”. Itu salah satu hal yg ngebuat gw begitu mengagumi figur bokap gw. Huhu.

Perubahan perilaku bokap juga gw amatin berubah drastis. Dulu waktu masih ikut orang, setiap pulang, bokap selalu curhat sama nyokap. Dia cerita kondisi perusahaan, yang ada masalah ini-itu. Wajahnya juga jarang tersenyum. Selalu terlihat suntuk dan banyak pikiran.

Sekarang, bokap terlihat lebih “hidup”, If you know what im sayin. He looks more cheerfull. Dia bisa tidur siang, bisa nonton tipi kapan aja, lebih banyak waktu sama nyokap, pokoknya benar-benar menjadi bos untuk dirinya sendiri.

Tapi memang, berwiraswasta itu nggak mudah. Butuh kebranian ekstra besar, butuh usaha superkeras. Nggak semua orang berani melakukannya. Kebanyakan lebih memilih cara aman, cara gampang, ya dengan jadi pegawai itu.

Gw bukan sok tau, sok wise. Tapi, ini yg gw rasain sendiri. Gw sempat mau buat majalah sendiri. Tapi, ternyata nggak semudah yang dikira. Sulit banget ngebuat tim work yang cocok dan se-ide.

Gw bikin PH desain, dan “memperkerjakan” teman2 gw yg kebanyakan desainer. Nyatanya, sulit banget mencari klien. Terus terang, karena gw lemah dibidang marketing. Baru gw sadari, ketika berwiraswasta, marketing adalah segalanya.

Akhirnya gw pun menyerah, memilih untuk kembali “kerja”. Toh, umur gw masih muda. Gw pengin berkeliling dulu. Gw pengin mencari keahlian dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Setelah itu, gw pengin buka usaha aja.

Usaha apa? Gw belum tau. Sampai sekarang pun, otak gw masih terus berpikir dan berputar. Yang terpenting, “do what u like, like what u do”. Apapun yang nantinya gw lakuin, gw pengin ngelakuinnya dengan senang hati dan se-iklash mungkin.

Cita-cita gw, gw ingin banget, ketika suatu saat ada orang bertanya, kamu kerja dimana? Atau Siapa bos kamu?

Gw menjawabnya dengan, “saya kerja untuk diri saya sendiri dan bos saya adalah Tuhan!"

2 comments:

Diaz said...

Cookk.. ternyata otakmu bisa berpikir secara sempurna! wuakaka, kiddin'!
you know what? aku dan anak2 di sini sedang berusaha melakukan hal yang sama dengan bokapmu

oh y, katanya ente mau nulis? endi monyeeett..!! Pip wis kirim, dian ngeresensi film, dan Hagi MTV Trax udah menyatakan kesediannya dan bakal ngirim naskah beberapa hari lagi! Jadi, jangan nyesel ya kalo nggak jadi bagian dari sejarah surabaya! huehehe.

Dini Surya said...

Ihii...sadar banget kamu, mas. Ternyata, seorang begundal danang bisa memiliki padangan seperti itu. Plook...plOk..Plook...Yup...bukan dunia yang kejam tapi bos yang bikin hati tak tentram. know what i mean toh...
tapi yang bikin aku heran sih. U udah sadar dengan segala kondisi dan situasi yang dikau alami, tapi kok kembali lagi ke situasi yg sama dgn dulu? Yah..kli aja itu emang ur decision n ur choice. HIdup emang pilihan kok..well..keep up da gud work