Saturday, March 19, 2005

Hey, Life is (Still) Beautiful!

Gw ngebaca curhat dari temen deket gw, yg baru saja mengambil keputusan besar. Tulisannya bagus banget. Membuka pikiran. Akhirnya gatel juga buat ngomentarin. Sekalian gw posting aja di blog gw, biar nggak susah2 baca bagi yg belum baca/mo ngebaca lagi. Jadi sabar, karena postingnya agak panjang.

Ini tulisan dia :

i think my soul is so stupid...
Fiuhh, hari yang berat!!! seneng, lega, sedih, cemas, takut, harapan, semua campur aduk jadi satu. Hari ini, ane membuat sebuah keputusan terbesar yang pernah ane buat dalam hidup, KELUAR DARI KERJAAN!!!

Gilaa!! Kurang apa coba? Jawa Pos bro!! Koran populer dan oplah ratusan ribu (apa puluhan ribu ya?) dan ane dengan tercatat sebagai wartawan show & selebriti. Sebenernya ane juga nggak bangga-bangga banget (Sumpah!!), tapi "sugesti berlebihan" dari orang-orang aja yang ngebuat ane mau nggak mau jadi ikut-ikutan "menyanjung diri sendiri".

Sebenernya, ane bisa aja tetap mempertahankan semuanya, dan tetep jadi "mentereng" dengan semua itu. Baru lulus dengan IPK di atas 3, belum punya tanggungan tapi punya kerjaan dengan gaji diatas 1 juta, dan tatapan iri orang-orang sekitar rumah waktu ane berangkat kerja. "Wah, sibuk terus. Liputan kemana nih hari ini mas. Mbok ya aku diajak kalau ketemu artis..."
Tapi…, halaaahh, mereka tau apa sih emangnya?! Mereka tahunya tulisan2 ane seperti oscar, grammy, soundrenaline, peterpan, dll dimuat di koran segede jawa pos. Mereka tahunya ane berangkt liputan ke Padang, Bali, Jogja, dll, dan mereka kemudian menganggap ane hebat, banyak duit, berwawasan luas. IT’S SUCK!!!

Mereka mana tahu kalau setiap hari ane berhadapan dengan situasi sampah yang menganggap manusia juga seperti sampah. Mereka mana ngerti kalau ane stres karena nyokap memelas ke ane hanya sekedar untuk minta dianter ke pengajian. (Parahnya, ane bukannya nggak punya waktu, tapi hanya sekedar bad mood setelah di kantor, kursi ane ditendang plus door prize kata JANCOK!!). Mereka mana ngerti kalo ane sebenernya PARANOID?!

Ane bosen merasa cemas dan takut ketika telepon ane bergetar dan menunjukkan +6231829xxx, seakan ane baru aja memperkosa cewek, membunuh, dan membuangnya ke sumur! Ane capek miris…, ngelihat satpam kantor menghampiri meja ane, menjabat tangan ane dan berpamitan, "Yaz, maafin pak XXX ya kalo ada salah." Dipecat gara-gara masalah yang menurut ane super duper sepele (entah kalo menurut orang kaya macam mereka). Padahal selain jadi satpam, tuh bapak rela jual makanan yang dijajakannya bersama anak perempuannya ke orang-orang redaksi hanya untuk mencari tambahan beberapa ribu rupiah. Kebayang nggak sih ente gimana dia harus menjelaskan ke anak istrinya kalau dia dipecat. "Bu, bapak ded ddd….di..dipecat…." lalu istrinya hanya menangis karena tak sanggup dan tak tega bertanya tentang…"kita besok makan apa pak?"

Ane lelah marah, ngelihat temen-temen ane dianggap tai, dilempar buntelan kertas, ditendang kursinya, dicaci maki, diinjak-injak, lalu "DIBELI" lagi dengan makan di restoran!!! AAARRRRGGHH!!! IT"S SUCK!!! YA, IT"S SO SUCK!!!!
Bilang ane cengeng, bilang ane terlalu sensitif, bilang ane sok idealis, mental tempe, nggak tau diuntung, atau apa aja. Tapi ane tahu betul ane nggak bisa bertahan dengan situasi sampah macam itu. Ane tahu betul ane rela ngirit, melepas "status keren" sebagai wartawan, atau berbagai resiko lain, termasuk harus susah payah cari kerja lagi. Ane rela menanggungnya untuk menghilang dari situasi sampah itu… Ane justru ngerasa goblok kalo harus terus bertahan

Soal kerja?! Ane bersyukur bisa merasakan bagaimana susahnya cari kerja, karena mungkin dengan begitu ane bisa lebih menghargai kerjaan ane ntar. Ane seneng karena merasa begitu gembira ketika ngelihat nama ane tercantum dalam web site trans TV sebagai pelamar yang akan dites tanggal 18 Maret besok. (Padahal baru dipanggil tes doang, sementara saingan sampe hari ini uda mencapai 400 orang!!). Ane bersyukur bisa nganter nyokap pengajian, dan ane bersyukur bisa lebih sering melihat sore…..

I think my soul is so stupid, membiarkan diri ane sendiri terlalu lama berada dalam situasi sampah seperti itu…………..


Huehuehu.

Keputusanmu sudah tepat bro. Lambat laun, semuanya juga mengarah kesana. Tinggal menunggu waktu. Semua yg loe tulis, bener2 gw alami tiap detailnya. Sama percis. Cuma, gw belum sempat (ato gak punya nyali) menuliskannya. Hehe.

Orang Cuma tau kita kerja di Jawa Pos. Grup media terbesar setelah Gramedia, well setidaknya menurut anggapan sebagian orang. Gw memang sempat terjebak dengan fenomena “menyanjung diri” itu. Terutama di hadapan keluarga (om, tante, pakde, budhe, yangtie, yangkung), tetangga, teman, sahabat, etc.

Kalau pun gw akhirnya sempat keluar, ya memang gw merasakan apa yg loe rasakan saat itu. Gw Paranoid. Gw depresi. Gw tertekan. Gw sendiri sampai heran, kalau dampaknya bisa sebesar itu terhadap hidup gw. Hebat.

Kenapa gw balik lagi? Tentu, semuanya sudah gw pikirkan secara masak dengan segala pertimbangan dan konsekuensinya. Sayangnya, gak bisa gw ceritain disini. Tapi salah satu alasannya, karena gw ngerasa di Jakarta bisa lebih survive. Toh, sudah beberapa kali gw dikirim ke Jakarta, dan hasilnya gw aman2 saja.

Well, perkiraan gw ternyata salah.

Oke, 3 bulan pertama gw lalui dengan lancar. Tulisan gw lolos terus. Hingga akhirnya gw mencapai suatu titik, disaat semangat gw mulai mengendor. Titik dimana gw mulai ngerasa jenuh, bosan, dan capek. Gw yakin semua penulis pernah merasakannya.

Dan, disaat itulah “You Know Who” menyadarinya. Hasilnya? Hauhuahua…gw rasa satu kantor sudah tau.

Nggak cukup dengan Jancok, man. Tapi udah berhubungan dengan duit. Dengan sesuatu, yang seharusnya kita terima karena kerja keras kita untuk itu. Terus terang, gw nggak terima klo sudah berhubungan dengan duit. Toh, bagi “You Know Who” duit ratusan ribu gak ada artinya. Tapi setiap keping rupiah itu berarti banget buat gw. Itu adalah hasil perasan keringat gw, jerih payah, hak, yang seharusnya gw terima.

Apa dia peduli, gw, alv, raka pulang liputan jam setengah dua malem melawan dinginnya udara Jakarta sehabis hujan?
Apa dia tau rasanya berpacu melawan waktu ditengah kemacetan Jalan Gatot Subroto jam setengah empat sore?
Apa dia sadar capeknya baru dateng liputan, ditelpon, dan diteriaki… CEPEEET!! MANA NASKAHNYAAA??

Sumpah. Kadar parno gw sekarang ini cukup akut, sama dengan saat-saat awal gw mau keluar dulu. Jantung gw berdegup kencang ketika no kontak dgn awalan AzrXXX, muncul di handphone. Sumpah, loe nggak pengin tau deh rasanya.
No kontak itu bisa muncul kapan saja, siang, sore, bahkan malam. Jadinya, ya parno itu tadi. Loe ngerasa terhantui, ketakutan, dan serba salah.

Parahnya lagi, sekarang ini gw suka kaget saat mendengar bunyi telepon kantor. Gila gak? Segitu akutnya.

Just like you said bro, ITS SUCKS! Yah, gw akuin kita bekerja di lingkungan yang tidak sehat. Disaat harga diri loe diinjak-injak sampai level terbawah. Gw rasa semua pernah merasakan, semua pernah mengalaminya.

Pahit, Perih, sakit, marah, dendam, terluka.

Tapi toh, tetap saja, yang bisa kita lakukan cuma diam, menerima. Ada juga yang memberontak, membantah, tapi itupun hanya hitungan jari. Selebihnya, memilih untuk tetap bertahan, atau yang tidak betah memilih mengundurkan diri. Toh, kalaupun ada yang memilih keluar, gw sama sekali nggak pernah berpikir kalau orang itu pengecut, cemen, atau sederet julukan yang disebutkan temen gw. They have made a decision. Dan itu pilihan mereka. Gw juga menghargai banget pilihan itu.

Gw sendiri bingung. Sampai kapan gw bakal bisa bertahan dalam situasi yg loe sebut “Situasi Sampah” ini. Gw capek, gw sakit, gw tertekan, gw bosan dengan perasaan yang menghantui ini. Tapi, betapa kelirunya ketika suatu keputusan diambil dengan emosi. Rencana harus disusun, strategi kudu diatur. Akan kemana setelah ini?

Gw mungkin nggak sekuat dan setabah temen gw. Karena itu, setiap langkah gw harus lebih dipikirkan masak-masak. Untungnya, untuk sementara ini, gw masih punya teman-teman luar biasa yang memberi gw support dan dorongan.

Sepele memang, tapi setidaknya semangat itu sangat-sangat berarti buat gw untuk bisa bertahan hingga “saat itu” tiba. Gw nggak perlu sebutin satu persatu, tapi kalau ngebaca ini, mereka pasti tahu. That’s whats friends are for, righty mate?

Hey, Life is (Still) Beautiful? Right?