Tuesday, January 10, 2006

A Journey to Makassar


jalanan pantai penuh sponsor


mejeng di losari



Gw baru aja dari Makassar. Diundang TPI untuk ngeliput audisi KDI 3. Ha-ha, gw tau emang gak keren. Tapi berhubung ini tugas, jadi harus diemban sepenuh jiwa raga *halah.

Enihoo. Perjalanan ke Makassar menggunakan Lion Air dengan pesawat Being 737-400 yang berbodi cukup besar. Gw kebagian duduk di seat no 12, which is dekat pintu darurat.

Enak, karena ruang untuk kaki terasa lebih spacey. Jadi kaki bisa di selonjorkan. Dan, perjalanan selama 2 jam itu pun tak terasa karena gw tidur dengan nyenyaknya (ditemani sederet playlist Snow Patrol di iPod).

Sekilas, bandar udara Hassanudin seperti Juanda. Cuma ukurannya lebih kecil. Gw berangkat 3 orang, Pak Agus dari koran Pedoman Rakyat, dan Vini dari TPI.

Sampai di Makassar, Vini mengajak makan di KFC bandara. Well, sebenarnya gw sedikit kecewa. I was hoping kita bakal menjajal makanan khas Makassar seperti sop Konro, Coto Makassar, atau sate kuda. Tapi, karena waktu mepet lantaran kita harus segera ke TKP, jadi cukup dimaklumi.

Kesan pertama melihat Makassar, hmm, nggak jauh beda dengan Surabaya. Secara letaknya di pantai, kota ini cukup panas (tapi tetap nggak sepanas Surabaya tentunya).

Yang cukup mengganggu adalah jalanan dari bandara menuju kota yang tidak terawat (baca : bergeronjal dan berlubang). Apalagi jarak tempuhnya lumayan jauh, sekitar 1 jam.

Kota Makassar sendiri lumayan besar. Cuma, banyak sekali bangunan-bangunan yang tidak terawat dan terlihat kumuh. Ohya, seperti Surabaya, disini masih ada becak. Tapi dengan bentuk yang lebih ramping. Rasanya cukup 2 orang berbadan gemuk tidak akan muat.

Ada beberapa koran yang mendominasi disini. Yang pertama adalah Fajar (Jawa Pos Grup). Menurut beberapa rekan, oplah Fajar sudah diatas 60 ribu eksemplar, tersebar di seluruh daerah Sulawesi.

Yang kedua adalah Tribune Timur (Kompas Grup), disusul dengan Pedoman Rakyat, yang berpusat di Makassar. Anehnya, disini juga ada Jawa Pos. Memang, meski masih satu grup, tapi desain dan lay out Fajar lumayan beda dibandingkan JP.

Ajang audisi KDI dilangsungkan di mall GTC, di daerah Tanjung. Cukup unik, karena letaknya di samping laut, dan berdekatan dengan Pantai Losari yang terkenal itu.

Sayangnya, mall itu sangat sepi, karena letaknya yang cukup jauh. Apalagi hampir tidak ada transportasi untuk menuju kesana (katanya sih ada sejenis angkot, tapi kemarin gw nggak melihat satupun)

Well i’ll skip with the KDI-part ok, coz is boring like hell. Eniwei, untuk membunuh waktu (kebetulan break Magrib), gw memutuskan jalan-jalan di penjual DVD. Liat-liat, eh nemu Old Boy, film yang gw cari2. Film Korea besutan Chan-Wook Park ini nyaris membawa pulang Palme D’or di Cannes. Punya cerita absurd dan twist yang gila-gilaan.

Cuma gw cukup kaget ketika si penjual menyebut angka 10 ribu. Haha, maklum, gw terbiasa memborong DVD di Glodok yang tiap film dijual “cuma” seharga 4-5 ribu.

Yang unik lagi, ketika adzan Magrib, kamar mandi di Mall penuh. Pengunjung berbondong-bondong berwudhu dan sholat di Mushola yang disediakan. Sebuah pemandangan yang jarang ditemui di Surabaya atau Jakarta.

Oh ya, orang Makassar lebuh suka menggunakan bahasa Indonesia yang baku, daripada bahasa khas Makassar. Jadi cukup memudahkan komunikasi.

Logat yang digunakan pun mirip dengan logat Surabaya, kasar! Namun, seorang ibu salah seorang peserta KDI berkata ke gw, “maklum ya mas, logat kami memang kasar, tapi sebenarnya orang sini baik-baik kok!”. Hmm...

Liputan audisi cukup menyita waktu. Baru kelar sekitar 22.30 wita. Padahal sebenarnya gw masih pengin menghabiskan waktu di Pantai Losari, mencoba Pisang Ngepe (bener gak ya tulisannya?), atau club hopping disana.

Ah, well. Setelah audisi kelar, Vini langsung membawa kita ke Hotel Royal Comfort, setelah sebelumnya dijamu makan malam ragam seafood oleh pemilik mall.

Besoknya, sempat mampir dulu ke toko oleh-oleh. Membeli peci, buat bokap, dan kacang disko, cemilan khas Makassar. Sayangnya, gelang akar bahar yang gw cari ternyata tidak ada. Kata seorang penjual, akar bahar sekarang sudah dilarang karena dilindungi. Cuma beberapa toko emas saja yang diperbolehkan menjualnya. Itupun sudah di tanami emas, dan dijual dengan harga selangit. Oh well. Jadi inti dari tulisan ini adalah : perjalanan ke Makassar yang membosankan. *sigh.


Dodol conversation :

gw : oi oi, wawancara bentar dong!
Peserta KDI : oh iya mas.
gw : ok, namanya sapa?
Peserta KDI : nama saya Djaenuddin mas.
gw : ok. eh, gue panggil sapa nih, Djae atau Udin?
Peserta KDI : oh, panggil saja DJAY mas!
gw :........

No comments: